Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Ramdansyah
mengatakan bahwa keberadaan apel Malang mulai tersingkir akibat
membanjirnya apel impor asal China. Akibat berlimpahnya apel impor, maka
harga apel lokal menjadi terpuruk. Ada harga apel yang kemudian jatuh
menjadi Rp 2.500 per kg di tingkat eceran.
Menurut Ramdansyah, perlindungan pemerintah tidak dirasakan oleh para
petani. Ada sejumlah persoalan petani Malang di sana. Sekitar 60%
sampai dengan 70% lahan pertanian apel di sana sudah beralih fungsi.
Lahan perkebunan apel ada yang beralih menjadi hotel, tempat hiburan,
dibiarkan terlantar atau beralih menjadi perkebunan tebu.
Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prof. Dr.
Suhardi mengatakan bahwa Gerindra sangat prihatin atas tersingkirnya
keberadaan apel Malang akibat dominasi apel impor. “Sungguh ironis jika
apel Malang yang terkenal hingga seluruh negeri justru gagal menjadi
tuan rumah di negeri sendiri karena serbuan apel impor.”
“Ini sudah keterlaluan, pemerintah seperti tidak punya kebijakan
untuk melindungi petani lokal. Pada kenyataannya hampir semua produk
pangan kita impor dari luar. Padahal negara ini kaya dengan sumber
pangan termasuk diantaranya apel Malang yang seharusnya menjadi ikon
buah nasional. Sudah saatnya kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada
petani lokal. ”
Menurut Prof. Suhardi, petani lokal adalah ujung tombak dalam upaya
mewujudkan kedaulatan pangan nasional. “Gerindra sangat peduli pada
masalah kedaulatan pangan nasional seperti yang tercantum dalam 6
Program Aksi Transformasi Bangsa Partai Gerindra. Apabila kami
diberikan kepercayaan oleh rakyat untuk memimpin negeri ini, kedaulatan
pangan akan akan terjamin. Tak perlu lagi negara ini mengimpor dari
negara lain.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar